Keracunan Massal MBG: Kemenkes Sebut Bakteri hingga Zat Kimia, Ombudsman Temukan Kecurangan

Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap sejumlah penyebab kasus keracunan massal Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa ribuan orang di berbagai daerah.

Temuan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta Kepala BPOM, Rabu (1/10/2025).

Budi menjelaskan, Kemenkes telah melakukan penelitian epidemiologis terhadap seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Hasilnya, keracunan dipicu oleh tiga faktor utama, yakni bakteri, virus, dan zat kimia.

“Jadi ada bakteri, ada beberapa itu virus, dan ini kimia,” kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ia menegaskan, identifikasi penyebab keracunan sangat penting untuk menentukan pola perawatan korban. Laboratorium kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten/kota pun diminta siap melakukan pemeriksaan mendetail.

“Untuk meneliti mikrobiologis, metode yang paling bagus adalah PCR karena bisa langsung mengetahui jenis bakteri atau kuman penyebab keracunan. Reagennya kita siapkan untuk bisa mendeteksi bakteri dan virus ini,” jelasnya.

Budi memaparkan, terdapat delapan bakteri penyebab keracunan MBG, yakni salmonella, escherichia coli, bacillus cereus, staphylococcus aureus, clostridium perfringens, listeria monocytogenes, campylobacter jejuni, dan shigella. Selain itu, ditemukan dua virus, yakni norovirus/rotavirus dan hepatitis A virus. Untuk faktor kimia, penyebabnya adalah nitrit dan scombrotoxin (histamine).


Ombudsman Soroti Penyimpangan Bahan Baku

Sementara itu, Ombudsman RI menemukan dugaan penyimpangan dalam pengadaan bahan baku MBG. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkap salah satu temuan mencolok adalah potongan semangka yang disajikan sangat tipis.

“Menu untuk Rp10 ribu porsi tapi buahnya (semangka) tipis banget, seperti tisu. Itu permainan di bahan baku,” kata Yeka, Selasa (30/9).

Menurut Yeka, meski sistem pencairan anggaran lewat virtual account cukup sulit diselewengkan, potensi kecurangan tetap ada pada proses pembelian bahan baku dengan memainkan harga dan kualitas.

Senada, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi KU III Ombudsman, Kusharyanto, menemukan adanya SPPG di Bogor yang mengganti beras premium dengan beras medium. “Di supplier disebut premium, tapi ketika dicek ternyata beras medium, dan lolos dari pengecekan,” ungkapnya.


BGN Akui Masalah Sanitasi Air

Kepala BGN Dadan Hindayana menambahkan, banyak dapur MBG belum memiliki sanitasi air yang memadai.

“Belum semua air di SPPG memiliki sanitasi yang baik. Maka Pak Presiden memerintahkan agar seluruh SPPG dilengkapi alat sterilisasi,” kata Dadan.

Ia mencontohkan, standar pencucian alat makan di beberapa daerah belum sesuai aturan. Bahkan, ada yang tidak menggunakan air panas untuk sterilisasi peralatan.

Menurut Dadan, lemahnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) juga menjadi penyebab keracunan. Mulai dari pengadaan bahan baku terlalu lama, proses memasak yang tidak sesuai waktu, hingga distribusi makanan yang melebihi enam jam.

“Atas pelanggaran ini, sejumlah SPPG kami tutup sementara sampai ada perbaikan,” tegasnya.


Kasus keracunan MBG yang marak dalam dua bulan terakhir, menurut BGN, menjadi peringatan agar pengawasan program diperketat. Selain itu, setiap SPPG wajib mematuhi SOP demi memastikan makanan yang disajikan aman dan bergizi sesuai tujuan program.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *