Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi mengatakan program Sekolah Rakyat akan diluncurkan pada akhir Juli, menyasar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.
Hasan menjelaskan, Sekolah Rakyat merupakan salah satu dari tiga inisiatif yang dilakukan pemerintah dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Pertama adalah sekolah rakyat, akan dilaunching mungkin nanti akhir Juli. Ini akan ada 100 sekolah rakyat untuk tahap pertama yang akan menerima anak-anak dari keluarga yang mengalami kemiskinan ekstrem,” kata Hasan dalam konferensi pers di Gedung Kwarnas, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Adapun tujuan Sekolah Rakyat diluncurkan, tentu untuk memutus rantai kemiskinan. Pasalnya, selama ini banyak anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang tidak mendapatkan pendidikan reguler walaupun gratis.
“Karena mereka betul-betul dalam keadaan yang sangat sulit, sehingga tanggung jawab ini harus diambil alih oleh negara, dan mereka dimasukkan ke dalam sekolah rakyat,” jelasnya.
Hasan menyebut konsep sekolah rakyat ini nantinya akan berbentuk asrama. Para siswa akan mendapatkan pendidikan dengan kurikulum pendidikan nasional, tempat tinggal hingga makan.
“Mereka juga akan mendapatkan makan tiga kali sehari yang ditanggung oleh negara. Ini kira-kira targetnya akan sekitar 0,7 persen masyarakat kita yang memang berada di level kemiskinan ekstrem,” tuturnya.
Secara terpisah, Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), melaporkan, program Sekolah Rakyat akan resmi dimulai pada 14 Juli 2025. Dia mengatakan, 63 titik lokasi Sekolah Rakyat sudah rampung direnovasi sehingga dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yang akan datang.
Proses belajar mengajar, lanjut dia, akan diawali dengan pemeriksaan kesehatan bagi seluruh siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Kemudian, dilanjutkan dengan masa orientasi selama satu hingga tiga bulan, sebelum masuk ke pembelajaran formal.
Program ini menargetkan 100 titik sekolah rampung pada akhir Juli 2025. Tahap awal mencakup 395 rombongan belajar dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Pulau Jawa menjadi wilayah dengan titik terbanyak (48 titik), disusul Sumatra (22), Sulawesi (15), Bali-Nusra (4), Kalimantan (4), Maluku (4), dan Papua (3).
“Untuk yang 100 titik pertama 9.700 lebih siswa, untuk 100 titik kedua potensinya itu sekitar 10.000 siswa. Dari 100 titik pertama itu 40-an persen itu ada di Jawa. Tapi di Papua ada, di Aceh ada, di Maluku juga ada, di Kalimantan ada, semua,” ujarnya.
